2.2 Budaya
Etika
Menurut Brooks (2012), dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika
berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang
azaz-azaz akhlak (moral). Dari Jurnal Fokus Bisnis, pengertian kebahasaan ini
terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia.
Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan para ahli dengan
ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya.
·
Sistem
Penilaian Etika
Titik berat penilaian etika sebagai suatu ilmu adalah pada perbuatan baik
atau jahat, susila atau tidak susila. Perbuatan atau kelakuan seseorang yang
telah menjadi sifat baginya atau telah mendarah daging, itulah yang disebut
akhlak atau budi pekerti. Budi tumbuhnya dalam jiwa, bila telah dilahirkan
dalam bentuk perbuatan namanya pekerti. Jadi suatu budi pekerti, pangkal
penilaiannya adalah dari dalam jiwa, dari semasih berupa angan-angan,
cita-cita, niat hati, sampai ia lahir keluar berupa perbuatan nyata.
Kalangan
ahli filsafat menjelaskan bahwa sesuatu perbuatan di nilai pada 3 (tiga)
tingkat:
1.
Tingkat
pertama, semasih belum lahir menjadi perbuatan, jadi masih berupa rencana dalam
hati, niat.
2.
Tingkat kedua,
setelah lahir menjadi perbuatan nyata, yaitu pekerti.
3.
Tingkat
ketiga, akibat atau hasil perbuatan tersebut, yaitu baik atau buruk.
Kata hati
atau niat biasa juga disebut karsa atau kehendak, kemauan. Isi dari karsa
inilah yang akan direalisasikan oleh perbuatan. Dalam hal merealisasikan ini
ada (4 empat) variabel yang terjadi:
1.
Tujuan baik,
tetapi cara untuk mencapainya yang tidak baik.
2.
Tujuannya
yang tidak baik, cara mencapainya kelihatannya baik.
3.
Tujuannya
tidak baik, dan cara mencapainya juga tidak baik.
4.
Tujuannya
baik, dan cara mencapainya juga terlihat baik.
·
Faktor yang
Mempengaruhi Pelanggaran Etika
Faktor –
faktor yang dapat mempengarugi pelanggaran etika adalah sebagai berikut:
1.
Kebutuhan
individu seperti korupsi alasan ekonomi.
2.
Tidak ada
pedoman, area “abu-abu”, sehingga tak ada panduan.
3.
Perilaku dan
kebiasaan individu, seperti kebiasaan yang terakumulasi tak dikoreksi
4.
Lingkungan
tidak etis yang dipengaruhi dari komunitas
5.
Perilaku
orang yang ditiru, efek primordialisme yang kebablasan
·
Sanksi
Pelanggaran Etika
Sanksi yang
diterima karena melakukan pelanggaran etika adalah sebagai berikut:
1.
Sanksi
Sosial
Skala
relative kecil, dipahami sebagai kesalahan yang dapat “dimaafkan”.
2.
Sanksi Hukum
Skala besar,
merugikan hak pihak lain. Hukum pidana menempati prioritas utama, diikuti oleh
hukum Perdata.
Pendapat umum dalam bisnis bahwa perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya.
Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika
perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan
dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini
adalah budaya etika.
Bagaimana budaya etika diterapkan? Tugas manajemen puncak adalah memastikan
bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi, melalui semua tingkatan
dan menyentuh semua pegawai.
Hal tersebut
dicapai melalui metode tiga lapis yaitu:
·
Menetapkan
credo perusahaan. Merupakan pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang
ditegakkan perusahaan, yang diinformasikan kepada orang-orang dan
organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar perusahaan.
·
Menetapkan
program etika. Suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang
untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan
orientasi bagi pegawai baru dan audit etika.
·
Menetapkan
kode etik perusahaan. Setiap perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing.
Kadang-kadang kode etik tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu.
Sumber :
Brooks, Leonard J., Business & Professional Ethics
for Accountants, South Western College Publishing, 2012
Duska, Ronald F. and Brenda Shay Duska, Accounting
Ethics, Blackwell Publishing, 2003